Rabu, 12 Oktober 2011


Namaku Roni, masih single, sekarang eksekutif di salah satu perusahaan ternama di Jakarta. Aku mau cerita mengenai pengalaman pertamaku berhubungan dengan seorang gadis ketika baru naik ke kelas 3 SMA.

Dalam perbincangan dengan teman-teman sekelas terutama cowok-cowok, sering kami berbagi pengalaman seru masing-masing. Dari para sahabatku, cuma aku seorang yang masih perjaka. Yang lainnya sudah masuk golongan pemanah. Ada yang nyikat pembantunya, pacarnya, dan ada juga yang melakukannya dengan wanita pro. Sedang aku ? Pacarku seorang yang tekun menjalani agama. Kalau bertamu ke rumahnya saja selalu ada orang lain yang menemani entah ayah, ibu atau saudara kandungnya. Kesempatan yang ada cuma saat pamit ketika ia mengantarkan ke luar rumah. Itupan hanya ciuman di pipi saja. Main dengan yang pro aku tidak punya cukup keberanian. Pembantu ? Pembantuku STW berkain kebaya, dan sama sekali tidak menarik.

Suatu hari sepulang ke rumah setelah latihan band dengan teman-temanku, aku berteriak memanggil bik Minah pembantuku agar menyiapkan makanan. "Bik Minah pulang ke kampungnya, dijemput adiknya tadi pagi, karena salah satu ponakannya akan dinikahi oleh seorang cukup terpandang di desanya. Nah rupanya akan ada pesta besar-besaran di kampung. Mungkin bulan depan bik Minah baru balik, " kata ibuku. "Tapi nggak usah khawatir, Aryani anak bik Minah yang membantu kita selama bik Minah tidak ada, kebetulan ini kan musim liburan sekolah. "

Tak lama ada seseorang yang datang membawakan makanan. Aku tidak memperhatikan karena kupikir anaknya bik Minah pasti kurang lebih sama dengan ibunya. Tapi ketika aku menoleh, ya ampun, ternyata manis juga anak ini. Kulitnya bening, wajahnya polos dengan bibir tipis agak kemerahan, rambut dikepang kuda. Ukurannya sedang-sedang saja. Mungkin kalau dipermak sedikit orang tidak akan menyangka ia cuma anak pembantu.

Tak lama ibuku berteriak dari ruang depan, mengatakan bahwa ia akan pergi ke pertemuan wanita sampai malam. Di rumah tinggal aku dan Aryani.

"Yani, sini temenin aku ngobrol sambil aku makan, " kataku ketika melihat Aryani melintas. "Kamu sekolah kelas berapa Yan ?

"SMP kelas 3, mas. Tapi tidak tahu tahun depan apa bisa melanjutkan ke SMA, " katanya polos.

"Di kampung sudah punya pacar apa belum ? Atau apa malah sudah dilamar ? " tanyaku lagi.

"Belum mas, sungguh !" jawab Aryani. "Kalau mas sendiri, pasti sudah punya pacar ya ?"

"Gadis kota mana mau sama aku, Ya ? " kataku mulai mengeluarkan rayuan gombal. "Lagipula aku sukanya gadis yang masih polos seperti kamu. "

"Ah mas, bisa saja, " katanya malu-malu, "Aku kan cuma anak seorang pembantu. "

"Yan, aku sudah selesai makan. Nanti setelah beres-beres kamu temenin aku ke ruang atas ya. Soalnya aku kesepian, bapak dan ibu baru pulang malam hari, " kataku sambil bergegas naik ke lantai atas sambil mikir gimana ya bisa ngadalin si Aryani.

Kutunggu-tunggu Aryani tidak naik-naik ke lantai atas. Akhirnya dia datang juga, rupanya habis mandi, karena tercium wangi sabun luks. Segera kusuruh ia duduk menemaniku nonton VCD. Sengaja kuputar film pinjeman temanku yang biasanya kuputar kalau bapak/ ibu tidak di rumah. Kupilih yang tidak terlalu vulgar, supaya Aryani jangan sampai kaget melihatnya. Adegan yang ada paling cuma percintaan sampai di ranjang tanpa memperlihatkan dengan detail.

Rupanya adegan-adegan itu membuat Aryani terpengaruh juga, duduknya jadi tidak bisa diam. "Mas. sudah ya nontonnya, aku mau ke bawah, " katanya.

"Tunggu dulu, Yan, aku mau ngomong, " kataku yang telah dapat ide untuk menjeratnya, "Kamu takut tidak bisa melanjutkan sekolah apa karena biaya ? Kalau cuma itu, soal sepele, aku akan membantumu, asal ..."

"Asal apa mas, " katanya bersemangat.

"Asal kamu mau membantu aku juga, " kataku sambil pindah ke dekatnya. Segera kuraih tangannya, kupeluk dan kucium bibirnya. Aryani sangat kaget dan segera berontak sambil menangis.

"Yani, kamu pikir aku akan memperkosamu ? " kataku lembut. "Aku cuma mau supaya kamu bersedia menjadi pacarku. "

Ia membelalak tidak percaya. Sebelum ia sempat mngucapkan apa-apa kuserbu lagi, tapi kali dengan lebih lembut kukecup keningnya, lalu bibirnya. Kugigit telinganya, dan kuciumi lehernya. Aryani terengah-engah terbawa kenikmatan yang belum pernah dialami sebelumnya. Ingin rasanya segera kurebahkan dan kutiduri, tapi akal sehatku mengatakan jangan terburu-buru. Menikmati kopi panas harus ditiup-tiup dulu sebelum direguk. Kalau langsung bisa lidah terbakar dan akhirnya malah tidak dapat apa-apa.

Perlahan-lahan dari menciumi lehernya aku turun ke bagian atas dadanya, dan kubuka kancing dasternya dari belakang tanpa setahunya. Tetapi ketika akan kuturnkan dasternya ia tersadar dan mau protes. Segera kubuka baju kaos t-shirt ku sambil mengatakan udara sangat panas. Ia tersipu melihat dadaku yang bidang, hasil rajin fitness. "Yan kamu curang sudah lihat dadaku, sekarang biar impas aku juga mau lihat kamu punya dong. "

"Ah jangan mas, malu, " katanya sambil memegang erat bagian depan dasternya.

"Bajunya doang yang dibuka, Yan. kalau malu behanya nggak usah, " kataku sambil menyerbunya lagi dengan ciuman. Yani tergagap dan kurang siap dengan serbuanku sehingga aku berhasil membuka dasternya. Segera kuciumi bagian seputar payudaranya yang masih tertutup beha berwarna hitam.

"Aduh mas, mhm, enak sekali, " katanya sambil menggelinjang. Tangankupun bergerilya membuka pengait behanya.

Tetapi ketika kulepaskan ciumanku karena hendak membuka behanya ia kembali tersadar dan protes, " lho mas janjinya behanya tidak dibuka, " 

Tanpa menjawab segera kuserbu payudaranya yang tidak besar tetapi sangat indah bentuknya, dengan puting yang kecil berwarna coklat muda. Kukulum payudara kanannya sambil kuemut-emut. Ia tidak dapat berkata-kata tetapi menjerit-jerit keenakan. Terdengar alunan suara erangan yang indah, " mph, ehm, ahhh, ' dari bibirnya yang mungil. Jemariku segera mulai menjelajah selangkangannya yang masih tertutup CD yang juga berwarna hitam. Rupanya hebat sekali rangsangan demi rangsangan yang Ayryani terima sehingga mulai keluar cairan dari MQ-nya yang membasahi CDnya.

"Oh mas, oh mas, mph, enak sekali, " lenguhnya. Tanpa disadarinya jariku sudah menyelinap ke balik CD-nya dan mulai menari-nari di celah kewanitaannya. Jariku berhasil menyentuh klitorisnya dan terus kuputar-putar, membuatnya badannya gemetaran merasakan kenikmatan yang amat sangat. Sengaja tidak kucolok, karena itu bukan bagian jariku tetapi adik kecilku nanti.

"Ahhh !" jerit Aryani, dibarengi tubuhnya yang mengejang. Rupanya ia sudah mencapai klimaksnya. Tak lama tubuhnya melemas, setelah mengalami kenikmatan pertama kali dalam hidupnya. Ia terbaring di sofa dengan setengah telanjang, hanya sebuah CD yang menutupi tubuhnya.

Segera aku berdiri dan melepaskan celana panjang serta CD-ku, pikirku ia masih lemas, pasti tidak akan banyak protes. "Lho mas, kok mas telanjang. Jangan mas, jangan sampai terlalu jauh, " katanya sambil berusaha untuk duduk. "

"Yan, kamu itu curang sekali. Kamu sudah merasakan kenikmatan, aku belum. kamu sudah melihat seluruh tubuhku, aku cuma bagian atas saja, " kataku sambil secepat kilat menarik cd-nya.

"Mas, jangan ! " protesnya sambil mau memertahankan CD-nya, tetapi ternyata kalah tangkas dengan kecepatan tanganku yang berhasil melolosi CD-nya dari kedua kakinya. Terlihatlah pemandangan indah yang baru pertama kali kulihat langsung. MQ-nya masih terkatup, dan baru ditumbuhi sedikit bulu-bulu jarang. Adik kecilku langsung membesar dan mengeras

Segera kuciumi bibirnya kembali dan kulumat payudaranya. Aryani kembali terangsang. Lalu sambil kuciumi lehernya Kunaiki tubuhnya. Kubuka kedua kakinya dengan kedua kakiku, "mas, jangan, oh !" katanya. Tetapi tanpa memperdulikan protesnya kulumat bibirnya agar tidak dapat bersuara. Perlahan-lahan torpedoku mulai mencari sasarannya. Ah, ternyata susah sekali memasukkan burung peliaraanku ke sangkarnya yang baru. Bolak-balik meleset dari sasarannya. Aku tidak tahu pasti di mana letaknya sang lubang kenikmatan.

"Mas, jangan, aku masih perawan, " protes Aryani ketika berhasil melepaskan bibirnya dari ciumanku.

"Jangan takut sayang, aku cuma gesek-gesek di luar saja, " kataku ngegombal sambil memegang torpedo dan mengarahkannya ke celah yang sangat sempit.

Ketika tepat di depan gua kewanitaannya, kutempelkan dan kusegesk-gesek sambil juga kuputar-putar di dinding luar MQ-nya. "Mas, mas, mphm, oh, uenak sekali, " katanya penuh kenikmatan. Kurasakan cairan pelumasnya mulai keluar kembali dan membasahi helmku.

Lalu mulai kepala helmku sedikit demi sedikit kumasukkan ke dalam MQ-nya dengan menyodoknya perlahan-lahan, "Aw mas, sakit ! Tadi katanya tidak akan dimasukkan, " protes Aryani, ketika kepala helmku mulai agak masuk. "Nggak kok, ini masih di luar. Udah nggak usah protes, nikmatin aja, Yan !" kataku setengah berbohong sambil terus bekerja.

Sempit sekali lubangnya si Yani, sehingga susah bagiku untuk memasukkan torpoedoku seluruhnya. Wah kalau begini terus, jangan-jangan si otong sudah muntah duluan di luar, pikirku. Sambil sedikit demi sedikit memaju-mundurkan torpedoku, kugigiti telinganya dengan gigitan kecil-kecil. Tiba-tiba kugigit telinganya agak keras, Yani terpekik, "Aw !" Saat itu dengan sekuat tenagaku kusodok torpedoku yang berhasil tenggelam semuanya di MQ-nya Aryani.

Gerakan pantatku semakin menggila memaju-mundurkan torpedoku di dalam MQ Aryani. Tetapi tidak kutarik sampai kelaut, takut susah lagi memasukkannya. Rupanya rasa sakit yang dialami Aryani tergantikan dengan rasa nikmat. Yang keluar dari bibir mungilnya hanyalah suara ah, uh, ah, uh setiap kali ku maju mundurkan torpedoku, menandakan ia sangat menikmati pengalaman baru ini.

Torpedoku semakin menegang. Keringat bercucuran dari tubuhku, Akupun melngalami kenikmatan yang selama ini hanya kuimpikan. Sekitar selangkanganku terasa ngilu. Rupanya aku sudah mendekati klimaks. Gerakan pantatku semakin cepat, terasa jepitan MQ perawan desa ini semakin kencang juga. Empuk sekali rasanya setiap kali torpedoku terbenam di dalamnya. Terasa hampir meledak torpedoku, siap memuntahkan lahar panasnya ke dalam surga kenikmatan Aryani. Dengan sekut tenaga kubenamkan torpedoku sedalam-dalamnya dan crot, crot, cort ! Air maniku muncrat ke dalam rahim Aryani, Terdengar lenguhan panjang dari bibir mungil Aryani. Rupanya kami mencapai orgasme bersamaan. Tubuhkupun jatuh terbaring di atas tubuhnya penuh dengan kenikmatan. Kami berdua terbaring tak berdaya. Tubuh lemas, tetapi masih terasa kenikmatan yang sampai ke ubun-bubun.

foto cewe ngemot kontol













foto ML higt quality

          
          
      

foto-foto anak smp belajar foto bugil










Jumat, 07 Oktober 2011








































































Foto Hot Nadila Ernesta yg Beredar Luas di Internet - Foto Syur Artis Indonesa Nadila Ernesta
Foto Hot Nadila Ernesta yg Beredar Luas di Internet - Foto Syur Artis Indonesa Nadila Ernesta02
Foto Hot Nadila Ernesta yg Beredar Luas di Internet - Foto Syur Artis Indonesa Nadila Ernesta03

Foto Hot Nadila Ernesta yg Beredar Luas di Internet - Foto Syur Artis Indonesa Nadila Ernesta04
Foto Bugil Cewek Cewek Cantik (foto-6)


Foto Bugil Cewek Cewek Cantik (foto-5)

Foto Bugil Cewek Cewek Cantik (foto-2)

Perkenalkan nama ku Mawar, Aku seorang model baru, diperkenalkan oleh temanku pada seorang fotografer ternama supaya aku bisa diorbitkan menjadi model terkenal. Temanku ngasi tau bahwa Mas Barno, demikian dia biasanya dipanggil, doyan daun muda. Bagiku gak masalah, asal benar² dia bisa mendongkrak ratingku sehingga menjadi ternama.Mas Barno membuat janjian untuk sesi pemotretan di vilanya di daerah Puncak. Pagi² sekali, pada hari yang telah ditentukan, Mas Barno menjemputku. Bersama dia ikut juga asistennya, Wishnu, seorang anak muda yang cukup ganteng, kira² seumuran denganku.
Tugas Wishnu adalah membantu Mas Barno pada sesi pemotretan. Mempersiapkan peralatan, pencahayaan, sampe pakaian yang akan dikenakan model. Mas Barno sangat profesional mengatur pemotretan, mula² dengan pakaian santai yang seksi, yang menonjolkan lekuk liku tubuhku yang memang bahenol. Pemotretan dilakukan di luar. Bajunya dengan potongan dada yang rendah, sehingga toketku yang besar montok seakan² mau meloncat keluar. Wishnu terlihat menelan air liurnya melihat toketku yang montok. Pasti dia ngaceng keras, karena kulihat di selangkangan jins nya menggembung. Aku hanya membayangkan berapa besar kontolnya, itu membuat aku jadi blingsatan sendiri.Setelah itu, Mas Barno mengajakku melihat hasil pemotretan di laptopnya, dia memberiku arahan bagaimana berpose seindah mungkin. Kemudian sesi ke-2, dia minta aku mengenakan lingeri yang juga seksi, minim dan tipis, sehingga aku seakan² telanjang saja mengenakannya. Pentil dan jembutku yang lebat membayang di kain lingerie yang tipis.Wishnupun kayanya gak bisa konsentrasi melihat tubuhku. Aku yakin kontolnya sudah ngaceng sekeras²nya. Mas Barno mengatur gayaku dan mengambil poseku dengan macam² gaya tersebut. Tengkurap, telentang, ngangkang dan macem² pose yang seksi². Kembali Wishnu memberiku arahan setelah membahas hasil pemotretannya.
Sekarang sekitar jam duabelas siang, Mas Barno minta Wishnu untuk membeli makan siang. Sementara itu aku minta ijin untuk istirahat dikolam renang aja. Mas Barno memberiku bikini yang so pasti seksi dan minim untuk dikenakan. Tanpa malu² segera aku mengenakan bikini itu. Benar saja, bikininya minim sehingga hanya sedikit bagian tubuhku yang tertutupinya. Aku berbaring di dipan dibawah payung. Karena lelah akibat sesi pemotretan yang padat dan angin sepoi², aku tertidur. Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh selangkanganku tiba-tiba mataku terbuka, aku melihat Mas Barno sedang menggerayangi tubuhku.
“War, kamu seksi sekali, om jadi napsu deh ngeliatnya. Om jadi pengen ngentotin Mawar, boleh gak War. Nanti om bantu kamu untuk jadi model profesional”, katanya.
Karena sudah diberi tahu temanku, aku tidak terlalu kaget mendengar permintaannya yang to the point.
“Mawar sih mau aja om, tapi nanti Wishnu kalo dateng
gimana”, tanyaku.
Mas Barno segera meremas² toketku begitu mendengar bahwa aku gak keberatan dientot.
“Kamu kan udah sering dientot kan War, nanti kalo Wishnu mau kita main ber 3 aja, asik kan kamunya”, katanya sambil tersenyum.
Aku diam saja, Mas Barno berbaring di dipan disebelahku. Segera aku dipeluknya, langsung dia menciumku dengan ganas. Tangannya tetap aktif meremas² toketku, malah kemudian mulai mengurai tali bra bikiniku yang ada ditengkuk dan dipunggung sehingga toketku pun bebas dari penutup. Dia semakin bernapsu meremas toketku.
“War, toket kamu besar dan kenceng, kamu udah napsu ya War. Mana pentilnya gede keras begini, pasti sering diisep ya War”.
Dia duduk di pinggir dipan dan mulai menyedot toketku, sementara aku meraih kontolnya serta kukocok hingga kurasakan kontol itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai selangkanganku dan menggosok-gosok nonokku dari luar.
“Eenghh.. terus om.. oohh!” desahku sambil meremasi rambut Mas Barno yang sedang mengisap toketku.
Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di puserku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk nonokku dari samping cd bikini ku. Aku sampai meremas-remas toket dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan nonokku mengeluarkan cairan hangat. Dengan merem melek aku menjambak rambut Mas Barno. Segera tangannya pun mengurai pengikat cd bikiniku sehingga aku sudah telanjang bulat terbaring dihadapannya, siap untuk digarap sepuasnya. Dia segera menyeruput nonokku sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Mas Barno melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.
“Jembut kamu lebat ya War, pasti napsu kamu besar. Kamu gak puas kan kalo cuma dientot satu ronde”, katanya.
Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap.
Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku sampai wajahku basah oleh liurnya.
“Mawar ga tahan lagi Mas, Mawar emut kontol Mas ya” kataku.
Mas Barno langsung bangkit dan berdiri di sampingku, melepaskan semua yang nempel dibadannya dan menyodorkan kontolnya. kontolnya sudah keras sekali, besar dan panjang. Tipe kontol yang menjadi kegemaranku. Masih dalam posisi berbaring di dipan, kugenggam kontolnya, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.
Mulutku terisi penuh oleh kontolnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala kontolnya, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga Mas Barno bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
“Eemmpp..nngg..!” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya.
Kepala kontol itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan pejunya itu, tapi karena banyaknya pejunya meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar kontolnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku. Kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa peju yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu pager terbuka dan Wishnu muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil.
“Wish, mau ikutan gak”, tanya Mas Barno sambil tersenyum.
“Kita makan dulu ya”. Segera kita menyantap makanan yang dibawa Wishnu sampai habis.
Sambil makan, kulihat jakunnya Wishnu turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke toketku. Aku mengelus-elus kontolnya dari luar celananya, membuatnya terangsang
Akhirnya Wishnu mulai berani memegang toketku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya.
“War, toketnya gede juga ya.. enaknya diapain ya”, katanya sambil terus meremasi toketku.
Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka pakaiannya. Nampaklah kontolnya cukup besar, walaupun tidak sebesar kontol Mas Barno, tapi kelihatannya lebih panjang. Kugenggam kontolnya, kurasakan kontolnya bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan kontolnya ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga Wishnu mengerang keenakan.
“Enak, Jok”, tanya Mas Barno yang memperhatikan Wishnu agak grogi menikmati emutanku.
Mas Barno lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kontolnya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua kontol yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Mas Barno pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku.
Aku mulai merasakan kontolnya menyeruak masuk ke dalam nonokku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci kontolnya memasuki nonokku. Aku dientotnya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada toketku. Aku menggelinjang tak karuan waktu pentil kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada kontol Wishnu makin bersemangat.
Rupanya aku telah membuat Wishnu ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang ngentot. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja dientot dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan kontol yang lain makin menghujam ke tubuhku. kontol Mas Barno menyentuh bagian terdalam dari nonokku dan ketika kontol Wishnu menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan toket atau meremasi pantatku.
Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh kontol Wishnu. Bersamaan dengan itu pula entotan Mas Barno terasa makin bertenaga. Kami pun nyampe bersamaan, aku dapat merasakan pejunya yang menyembur deras di dalamku, kemudian meleleh keluar lewat selangkanganku. Setelah nyampe, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
“War, aku pengen ngen totin nonok kamu juga”, kata Wishnu.
Aku cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi,
“Tapi Mawar istirahat aja dulu, kayanya masih cape deh”. Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku.
Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Mas Barno duduk di sebelah kiriku dan Wishnu di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya.
“War, aku masukin sekarang aja ya, udah ga tahan daritadi belum rasain nonok kamu” kata Wishnu mengambil posisi berlutut di depanku.
Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala,dia mengarahkan kontolnya yang panjang dan keras itu ke nonokku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir nonokku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas kontol Mas Barno yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.
“Aahh.. Wish, cepet masukin dong, udah kebelet nih!” desahku tak tertahankan.
Aku meringis saat dia mulai menekan masuk kontolnya. Kini nonokku telah terisi oleh kontolnya yang keras dan panjang itu, yang lalu digerakkan keluar masuk nonokku.
“Wah.. seret banget nonok kamu War”, erangnya.
Setelah 15 menit dia gen tot aku dalam posisi itu, dia melepas kontolnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke kontolnya. Dengan refleks akupun menggenggam kontol itu sambil menurunkan tubuhku hingga kontolnya amblas ke dalam nonokku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua toketku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Wishnu memperhatikan kontolnya sedang keluar masuk di nonokku. Goyangan kami terhenti sejenak ketika Mas Barno tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan toketku makin tertekan ke wajah Wishnu. Mas Barno membuka pantatku dan mengarahkan kontolnya ke sana.
“Aduuh.. pelan-pelan Mas, sakit ” rintihku waktu dia
mendorong masuk kontolnya.
Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua kontol kontol besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Mas Barno menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Mas Barno malah makin buas menggentotku. Wishnu melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut. Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Wishnu erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Wishnu.
Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, pentilku disedot kuat-kuat oleh Wishnu, dan Mas Barno menjambak rambutku. Aku lalu merasakan peju hangat menyembur di dalam nonok dan pantatku, di air nampak sedikit cairan peju itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan kontol masih tertancap.

maaf para pembaca saya hormati, cerita ini belum selasai.....-_-

cerita selingkuh,hujan nikmat di siank bolong


Pada siang hari bolong itu awan semakin mengelap, mendung yang menggantung dengan angin menderu kencang menandakan sebentar lagi hujan deras akan turun. Pa’le Aji menyuruh Murni segera bersiap dengan memberesi ceret air dan rantang makanannya kemudian mereka bergegas pulang sebelum hujan turun. Murni adalah istri Wiji keponakan Pa’le Aji yang sejak kecil ikut Pa’le nya. Pa’le Aji ini adalah kakak bapaknya yang tidak mempunyai anak sendiri. Dan sesudah menikah pasangan itu tetap mengikuti Pa’le nya yang sangat sayang pada keponakannya. Sehari-hari mereka bahu membahu mencari sesuap nasi membantu Pa’le di sawah atau Bu’lenya yang buka warung kecil-kecilan di rumahnya. Seperti biasanya menjelang siang Murni mengantarkan makanan dan minuman Pa’le nya yang kerja di sawah. Hari itu kebetulan Wiji pergi ke kota untuk membeli pupuk dan bibit tanaman.
Rupanya hujan keburu turun sementara mereka masih di tengah hamparan sawah desa yang sangat luas itu. Hujan ini luar biasa lebatnya. Disertai dengan angin yang menggoyang keras dan nyaris merubuhkan pohon-pohon di sawah hujan kali ini sungguh luar biasa besarnya. Sebagai petani yang telah terbiasa denagn kejadian semacam ini dengan enteng Pa’le Aji membabat daun pisang yang lebar untuk mereka gunakan sebagai payung guna sedikit mengurangi terpaan air hujan yang jatuh di wajah mereka yang menghambat pandangan mata.
Sambil memanggul cangkulnya Pa’le Aji merangkul bahu Murni erat-erat agar payung daun pisangnya benar-benar bisa melindungi mereka. Murni merasakan kehangatan tubuh Pa’le nya. Demikian pula Pa’le Aji merasakan kehangatan tubuh Murni yang istri keponakannya itu. Jalan pematang langsung menjadi licin sehingga mereka berdua tidak bisa bergerak cepat. Sementara pelukan mereka juga bertambah erat karena Pa’le Aji khawatir Murni jatuh dari pematang. Kadang-kadang terjadi pergantian, satu saat Murni yang memeluki pinggang Pa’le nya. Tiba-tiba ada setan birahi yang melihat mereka dan langsung menyambar ke duanya.

Saat Pa’le Aji memeluk bahu Murni tanpa sengaja beberapa kali menyentuh payudaranya. Pada awalnya hal itu tidak mempengaruhi Pa’le , tetapi hawa dingin yang menyertai hujan itu ternyata mendatangkan gelisah di hatinya. Kegelisahan yang bisa merubah perasaannya. Saat pertama kali Pa’le Aji tanpa sengaja menyentuh payudara istri keponakannya dia agak kaget, khawatir Murni menganggap dirinya berlaku tidak sopan. Tetapi saat yang kedua kali dan kemudian dengan sadar menyentuhnya kembali untuk yang ketiga kalinya dia tidak melihat adanya reaksi menolak dari Murni, pikiran Pa’le mulai dirasuki setan birahi tadi. Dan pelan-pelan tetapi pasti kontol di balik kolornya mulai menghangat dan bangun. Toh rasa ke-imanan Pa’le Aji masih berusaha bilang “jangan” walaupun tak bisa dipungkiri bahwa dalam hatinya dia mengharapkan sesuatu keajaiban, mungkin semacam sinyal, yang datang dari Murni.
Demikian pula Murni yang merasakan beberapa kali payudaranya tersentuh, pada awalnya dia tidak sepenuhnya menyadari. Tetapi saat tersentuh untuk yang kedua kalinya dia mulai mengingat sentuhan yang sama yang sering dilakukan oleh suaminya Wiji. Biasanya kalau Wiji menyentuh macam itu pasti ada maunya. Pikiran lugu Murni langsung disambar setan birahi lagi. Adakah macam kemauan suaminya itu juga melanda kemauan Pa’le nya di hari hujan yang dingin ini? Tetapi sebagaimana Pa’le Aji, Murni juga berusaha menepis pikiran buruknya dan berkata dalam hatinya “nggak mungkin, ah”. Walaupun dibalik sanggahannya sendiri itu bersemi di hati kecilnya, akankah datang sebuah keajaiban yang membuat tangan Pa’le nya menyentuh payudaranya lagi? Maka, ketika pelukkan Pa’le Aji pada bahu Murni yang semakin mengetat dan menyebabkan sentuhan ke tiga benar-benar hadir, hal itu sudah merupakan awal kemenangan sang setan birahi tadi.
Demikian pula saat hujan yang semakin deras dan jalan yang semakin licin hingga mengharuskan mereka menyesuaikan dan mengganti posisi pelukan agar tidak jatuh dari pematang, pelukan Murni dari arah punggung pada pinggang dan dada Pa’le nya mendorong lajunya bisikkan setan birahi tadi. Buah dada Murni yang empuk menempel hangat di punggung dan tangan halus Murni yang menyentuh perut dan dada, membuat kontol Pa’le nya benar-benar tidak tahu diri. Keras mencuat ke depan seperti cengkal kayu yang menonjol pada sarung anak yang disunat. Untung Murni berada di belakangnya sehingga gangguan teknis itu tidak terlihat olehnya. Pa’le Aji mulai mencari-cari apa jalan keluarnya?
Demikian pula yang dirasakan Murni saat memeluki Pa’le-nya dari belakang. Tangannya yang ketat memeluk perut dan dada Pa’le nya membuat buah dadanya demikian gatal saat tergosok-gosok punggung Pa’le yang tidak mungkin terdiam karena setiap langkah kaki Pa’le nya pasti akan menggoncang seluruh bagian-bagian tubuhnya. Kegatalan macam itu menjadi terasa nikmat saat Murni mengingat bagaimana Wiji suaminya sering menggosokkan wajahnya ke payudaranya. Mudah-mudahan Pa’le-nya tidak keberatan dengan pelukannya, demikian pikiran lugu Murni. Kemudian sang setan birahi kembali membisikkan ke dalam pikirannya, mudah-mudahan rumahnya semakin menjauh dan hujannya semakin menderas, yang disusul dengan seringai gigi taringnya karena gembira melihat usahanya telah meraih kemenangannya secara mutlak. Sekarang tinggal menggiring Pa’le dan keponakkan mantunya ini menuju ke ke sentuhan setannya yang terakhir.
Hujan yang demikian hebat ini membuat jam satu siang hari bolong itu gelap serasa menjelang maghrib. Awan gelap masih memenuhi langit. Dan lebih seram lagi kilat dan petir ikut menyambar-nyambar. Pikiran Pa’le Aji dan Murni sekarang adalah mencari tempat berteduh. Pa’le Aji tidak kehilangan arah. Dia tahu persis kini berada di petak sawah milik Wiyono tetangganya. Kalau dia belok sedikit ke kanan dia akan menjumpai dangau untuk berteduh. Dan benar, begitu Pa’le Aji yang dalam pelukan Murni belok kekanan nampak bayangan kehitaman berdiri tegak di depan jalannya. Mereka berdua memutuskan untuk berhenti dulu menunggu hujan sedikit reda.
Murni bisa menurunkan beban gendongannya ke amben bambu yang ada di situ. Kini mereka saling memandang. Murni memandang kaos oblong Pa’le nya yang basah kuyup lengket di tubuhnya dan menunjukkan bayangan dadanya yang gempal berotot. Sementara Pa’le Aji melihat kebaya dan kain di tubuh Murni yang istri keponakannya basah kuyup dan membuat bayangan tubuhnya yang sintal dengan payudaranya yang menggembung ke depan. Dengan setengah mati Pa’le Aji berusaha menyembunyikan tonjolan kontolnya pada celana kolornya.
Pa’le Aji memperkirakan jarak dangau itu ke dusunnya kira-kira “se-udut”-an, sebuah perhitungan yang biasa dipakai orang desa mengenai jarak dekat atau jauh diukur dari sebatang rokok yang dinyalakan (dihisap). Mungkin sekitar sembilan menit orang jalan kaki. Sementara itu tak bisa diharapkan akan ada orang lewat sawah ini dalam keadaan hujan macam begini. Pandangan mata secara jelas ke depan tidak lebih dari 5 meter, selebihnya kabut hujan yang menyelimuti seluruh hamparan sawah itu.
Dalam usaha menghindar percikan hujan di dangau Pa’le Aji dan Murni harus duduk meringkuk ketengah amben yang relatip sangat sempit yang tersedia. Artinya seluruh anggota tubuh harus naik ke amben sehingga mau tidak mau mereka harus kembali berhimpitan. Dan sangsetan birahi kembali hadir menawarkan berbagai pertimbangan dan keputusan.
Murni yang ditimpa hujan dan hawa dingin menggigil. Demikian juga Pa’le Aji. Untuk menunjukkan rasa iba pada istri keponakannya Pa’le meraih pundak Murni dan membagikan kehangatan tubuhnya. Dan untuk menghormati maksud baik Pa’le nya Murni menyenderkan kepalanya pada dadanya. Walaupun pakaian mereka serba basah tetapi saat tubuh-tubuh mereka nempel kehangatan itu terjadi juga. Dan pelukan yang ini sudah berbeda dengan pelukan saat awal Pa’le Aji membagi payung daun pisangnya tadi. Pelukan yang sekarang ini sudah terkontaminasi secara akumulatip oleh campur tangan sang setan birahi tadi.
Saat kepala Murni terasa pasrah bersender pada dada, jantung Pa’le Aji langsung tidak berjalan normal. Dan tonjolan di celananya membuat susah memposisikan duduknya. Demikian pula bagi Murni. Saat Pa’le nya meraih bahunya untuk memberikan kehangatan pada tubuhnya dia merasakan seakan Wiji yang meraihnya. Dengan wajahnya yang mendongak pasrah menatap ke wajah Pa’le nya Murni semakin menggigil hingga kedengaran giginya yang gemelutuk beradu. Dan inilah saatnya si setan lewat melemparkan bisikan racunnya yang terakhir kepada Pa’le Aji.
“Ambil!, Ambil!, Ambil!, Ambil!”, dan Pa’le tahu persis maksudnya.
Seperti bunga layu yang jatuh dari tangkainya, wajah Pa’le Aji langsung jatuh merunduk. Bibirnya menjemput bibir Murni yang istri keponakkannya itu. Dan desah-desah lembut dari dua insan manusia itu, membuat seluruh rasa dingin dari baju yang basah dan tiupan angin menderu akibat hujan lebat itu musnah seketika dari persada Pa’le Aji maupun persada Murni. Mereka kini saling melumat. Si setan birahi cepat berlalu untuk menghadap atasannya dengan laporan bahwa otomatisasi setannya sudah ditinggal dan terpasang dalam posisi “ON” pada setiap dada korbannya. Kini dia berhak menerima bintang kehormatan para setan. Dan lumatan lembut menjadi pagutan liar.
Kini lidah dan bibir mereka saling berebut jilatan, isepan dan kecupan. Dan bukan hanya sebatas bibir. Jilatan, isepan dan kecupan itu merambah dan menghujan ke segala arah. Keduanya menggelinjang dalam gelombang dahsyat birahi. Murni menggeliatkan tubuhnya minta agar Pa’le nya cepat merangkulnya. Pa’le Aji sendiri langsung memeluki dada Murni. Wajahnya merangsek payudaranya. Dikenyotnya baju basah penutup buah dadanya. Murni langsung mengerang keras-keras mengalahkan suara hujan. Kaki-kakinya menginjak tepian amben sebagai tumpuan untuk mengangkat-angkat pantatnya sebagai sinyal untuk Pa’le-nya bahwa dia sudah menunggu tindak lanjut operasi cepat Pa’le nya.
Pa’le Aji memang mau segalanya berjalan cepat. Waktu mereka tidak banyak. Segalanya harus bisa diraih sebelum hujan reda. Dan operasi ini tidak memerlukan prosedur formal. Kain penutup tubuh Murni cukup dia singkap dengan tangannya hingga ke pinggang. Nonok Murni yang menggembung nampak sangat ranum dalam bayangan jembutnya yang lembut tipis. Kelentitnya nampak ngaceng mengeras menunggu lumatan lidahnya. Tak ada yang ditunggu, wajah Pa’le Aji langsung merangsek ke kemaluan ranum itu. Bibir dan lidahnya melumat dan menghisap seluruh perangkat kemaluan itu.
Tangan Murni menangkap kepala Pa’le nya, menekannya agar lumatan dan jilatan Pa’le nya lebih meruyak masuk ke dalam Memeknya. Cairan birahi yang asin hangat bercampur dengan air hujan dia sedot dan telan untuk membasahi kerongkongannya yang kering kehausan. Itil Murni dia lumat dan gigit dengan sepenuh gemasnya. Tekanan Murni pada kepalanya berubah jadi jambakkan pada rambutnya. Pantat Murni terus naik-naik menjemput bibir dan lidah Pa’le nya. Tetapi Pa’le Aji tidak akan mengikuti kemauan idealnya. Hitungan waktu mundurnya sudah dimulai.
Kini Pa’le Aji yang sudah meninggalkan celana kolornya di rerumputan pematang, merangkak ke atas dan memeluki tubuh basah hujan Murni. Kontolnya berayun-ayun mencari sasarannya. Paha Murni yang hangat langsung menjepit tubuh Pa’le nya dengan nonoknya yang tepat terarah ke ujung kontol Pa’le Aji. Untuk langkah lanjutannya, mereka berdua, baik yang senior maupun yang yunior sudah terampil dengan sendirinya. Ujung kontol Pa’le Aji sudah tepat berada di lubang Memek istri keponakannya.
Mereka telah siap melakukan manuver akhir sambil menunggu hujan reda. Dan saat mereka saling dorong, Kontol nikmat Pa’le Aji langsung amblas ditelan Memek Murni. Sambil bibir-bibir mereka saling melumat, Pa’le Aji mengayun dan Murni menggoyang. Kontol dan Memek Murni bertemu dalam kehangatan nafsu birahi ruang luar, ditengah derasnya hujan, tiupan angin dan kilat serta petir yang menyambar-nyambar dengan disaksikan oleh segenap dangau yang lengkap dengan berisik ambennya, oleh belalang yang ikut berteduh di atapnya, oleh kodok yang bersuka ria menyambut hujan, oleh wereng yang berlindung di daunan padi yang sedang menguning, oleh baju-baju mereka yang basah dan lengket di badan.
Pa’le Aji mempercepat ayunan kontolnya pada lubang kemaluan Murni. Walaupun dia sangat kagum sekaligus merasai nikmat yang sangat dahsyat atas penetrasi kontolnya pada lubang Memek Murni yang serasa perawan itu, dia tetap “concern” dengan waktu. Murni yang menikmati legitnya kontol Pa’le nya menggelinjang dengan hebatnya. Dia juga ingin selekasnya meraih orgasmenya. Genjotan kontol Pa’le nya yang semakin cepat pada kemaluannya mempercepat dorongan untuk orgasmenya. Kini dia merasakan segalanya telah siap berada di ujung perjalanan. Dan dengan jambakan tangannya pada rambut Pa’le Aji, bak kuda betina yang lepas dari kandangnya Murni memacu seluruh saraf-saraf pekanya.
Kedua kakinya dia jejakkan keras-keras pada tepian amben dangau hingga pantatnya terangkat tinggi untuk menelan seluruh batang kontol Pa’le Aji dan datanglah malaikat nikmat merangkum seluruh otot, daging dan tulang belulang Murni. Cairan birahi Murni muncrat melebihi derasnya hujan siang itu. Terus muncrat-muncrat yang diikuti dengan pantatnya yang terus naik-naik menjemputi kontol Pa’le Aji yang juga terus mempercepat sodokkannya untuk mengejar kesempatan meraih orgasme secara berbarengan dengan orgasme Murni.
Dan pada saat puncratan cairan Memek Murni mulai surut kontol Pa’le Aji yang masih kencang mengayun Memek Murni tiba-tiba berkedut keras. Kedutan besar pertama menumpahkan bermili-mili liter air mani yang kental lengket dari kantong spermanya. Dan kedutan berikutnya merupakan kedutan pengiring yang menguras habis kandungan sperma dari kantongnya.
Sesaat kemudian bersamaan dengan surutnya hujan mereka berdua Pa’le Aji dan Murni yang istri keponakannya terengah-engah dan rebah. Amben dangau itu nyaris terbongkar. Bambu-bambunya ada yang lepas terjatuh. Mereka kini kegerahan dalam dinginnya sisa hujan. Keringat mereka bercucuran rancu dengan air hujan yang membasahi sebelumnya. Pa’le Aji dan Murni telah meraih kepuasan yang sangat dahsyat. Pelan-pelan mereka bangkit dari amben dan turun ke pematang kembali. Murni membetulkan letak kain dan kebayanya. Pa’le Aji memakai celana kolornya yang basah jatuh di pematang dan kembali meraih cangkulnya.
Langit terlihat cepat cerah dan kembali nampak biru dengan sisa awan yang berarak menyingkir. Pohon kelapa di dusunnya nampak melambai-lambai menanti kepulangannya. Murni dan Pa’le Aji yakin bahwa Bu’le maupun Wiji pasti cemas pada mereka yang tertahan hujan ini. Pa’le sudah membayangkan pasti istrinya telah memasak air panas untuk kopinya lengkap dengan singkong rebus maupun goreng kesukaannya. Dan dalam bayangan Murni, Wiji pasti telah sangat merindukannya untuk kembali ngentot di siang hari. Suara kodok di sawah mengantarkan mereka pulang ke rumahnya.

cerita sek sedarah, Ngentot dengan mang Dadang kakak ipar ku


Kisah cerita sek sedarah, Ngentot dengan mang Dadang kakak ipar ku… Saat ku menikah tiga tahun yang lalu, rasanya dunia ini ada dalam genggaman ku. Betapa tidak, aku mendapatkan seorang lelaki yang menjadi impian semua perawan di seluruh di Desa ku. Aku menjadi istri seorang pejabat di kota yang kaya raya. Harta yang melimpah, tanah ribuan hektar, kontrakan dengan banyak pintu, kost-kostan, belum ruko² yang dikontrakan. Tidak hanya di daerah kampungku tetapi ada juga di daerah-daerah lainnya. Sudah terbayang di benakku, setiap hari aku tinggal di rumah besar dan mewah, naik mobil mewah dengan fasilitas serba sempurna.
Hari-hariku sebagai istrinya memang membahagiakan dan membanggakan. Teman-teman gadisku banyak yang iri dengan kehidupanku yang serba enak. Meski aku sendiri tidak yakin dengan kebahagian yang kurasakan saat itu. Hati kecilku sering dipenuhi oleh kekhawatiran yang sewaktu-waktu akan membuat hidupku jatuh merana. Aku sebenarnya bukanlah satu-satunya perempuan istri suamiku. Ia sudah beristri dengan beberapa anak. Mereka tinggal jauh di kota besar dan sama sekali tak pernah tahu akan keberadaanku sebagai madunya.
Ketika menikah pun aku sudah tahu akan statusnya ini. Aku, entah terpaksa atau memang mencintainya, memutuskan untuk menikah dengannya. Demikian pula dengan orang tuaku. Mereka malah sangat mengharapkan aku menjadi istrinya. Mungkin mereka mengharapkan kehidupan kami akan berubah, derajat kami meningkat dan dipandang oleh semua orang kampung bila aku sudah menjadi istrinya. Mungkin memang sudah nasibku untuk menjadi istri kedua, lagi pula hidupku cukup bahagia dengan statusku ini.
Semua itu kurasakan dua tahun yang lalu. Begitu menginjak tahun ke-3, barulah aku merasakan perubahan. Suamiku yang dulunya lebih sering berada di sisiku, kini mulai jarang muncul di rumah. Pertama seminggu sekali ia mengunjungiku, kemudian sebulan dan terakhir aku sudah tak menghitung lagi entah berapa bulan sekali dia datang kepadaku untuk melepas rindu.
Aku tak berani menghubunginya. Aku takut semua itu malah akan membuat hidupku lebih merana. Aku tak bisa membayangkan kalau istri pertamanya tahu keberadaanku. Tentunya akan marah besar dan mengadukanku ke polisi. Biarlah aku tanggung semua derita ini. Aku tak ingin orang tuaku terbawa sengsara oleh masalah kami. Mereka sudah hidup bahagia, memiliki rumah yang lebih besar, sawah dan ternak-ternak peliharaan yang banyak pemberian suamiku.
Hari hari yang kulalui semakin tidak menggairahkan. Aku berusaha untuk menyibukan diri dengan berbagai kerjaan agar tak merasa bosan ditinggal suami dalam waktu lama. Tetapi semua itu tidak membuat perasaanku tenang. Justru menjadi gelisah, terutama di malam hari. Aku selalu termenung sendiri di ranjang sampai larut malam menunggu kantuk yang tak kunjung datang. Kurasakan sprei tempat tidurku begitu dingin, tidak seperti di hari-hari awal pernikahan kami dulu. Pembungkus ranjang tidurku tak pernah rapi, selalu acak-acakan dan hangat bekas pergulatan tubuh kami yang selalu berkeringat. Di saat-saat seperti inilah aku selalu merasakan kesedihan yang mendalam, gelisah mendambakan kehangatan seperti dulu. Rindu akan cumbuan hangat suamiku yang sepertinya tak pernah padam meski usianya sudah mulai menua.
Kalau sudah terbayang semua itu, aku menjadi semakin gelisah. Gelisah oleh perasaanku yang menggebu-gebu. Bahkan akhir-akhir ini semakin membuat kepalaku pusing. Membuatku uring-uringan. Marah oleh sesuatu yang aku sendiri tak mengerti. Kegelisahan ini sering terbawa dalam impianku. Di luar sadarku, aku sering membayangkan cumbuan hangat suamiku. Bagaimana panasnya kecupan bibir suamiku di sekujur tubuhku. Aku menggelinjang setiap kali terkena sentuhan bibirnya, bergetar merasakan sentuhan lembut jemari tangannya di bagian tertentu tubuhku.
Aku tak mampu menahan diri. Akhirnya aku mencumbui diriku sendiri. Tangannku menggerayang ke seluruh tubuhku sambil membayangkan semua itu milik suamiku. Pinggulku berputar liar mengimbangi gerakan jemari di sekitar pangkal pahaku. Pantatku terangkat tinggi-tinggi menyambut desakan benda imajinasiku ke dalam diriku. Aku melenguh dan merintih kenikmatan hingga akhirnya terkulai lemas di ranjang kembali ke alam sadar bahwa semua itu merupakan kenikmatan semu. Air mataku jatuh bercucuran, meratapi nasibku yang tidak beruntung.
Pelarianku itu menjadi kebiasaan setiap menjelang tidur. Menjadi semacam keharusan. Aku ketagihan. Sulit menghilangkan kebiasaan yang sudah menjadi kebutuhan bathinku. Aku tak tahu sampai kapan semua ini akan berakhir. Aku sudah bosan. Kecewa, marah, sedih dan entah apalagi yang ada dalam perasaanku saat ini. Kepada siapa aku harus melampiaskan semua ini? Suamiku? Entah kapan ia datang lagi. Kepada orang tua? Apa yang bisa mereka perbuat? Oohh.. aku hanya bisa menangisi penderitaan ini.
Aku memang gadis kampung yang tak tahu keadaan. Aku tak pernah sadar bahwa keadaanku sehari-hari menarik perhatian seseorang. Aku baru tahu kemudian bahwa ternyata Mang Dadang, suami kakakku, mengikuti perkembanganku sehari-hari. Mereka memang tinggal di rumahku. Aku sengaja mengajak mereka tinggal bersama, karena rumahku cukup besar untuk menanmpung mereka bersama anak tunggalnya yang masih balita. Sekalian menemaniku yang hidup seorang diri.
“Kasihan Nyai Unun, temenin aja. Biar rumah kalian yang di sana dikontrakan saja” demikian saran orang tuaku waktu itu.
Aku pun tak keberatan. Akhirnya mereka tinggal bersamaku. Semuanya berjalan normal saja. Tak ada permasalahan di antara kami semua, sampai suatu malam ketika aku sedang melakukan hal ‘rutin’ terperanjat setengah mati saat kusadari ternyata aku tidak sedang bermimpi bercumbu dengan suamiku.
Sebelum sadar, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa sekali. Terasa lain dengan khayalanku selama ini. Apalagi ketika puting payudaraku dijilat dan dihisap-hisap dengan penuh gairah. Aku sampai mengerang saking nikmatnya. Rangsangan itu semakin bertambah hebat menguasai diriku. Kecupan itu semakin menggila, bergerak perlahan menelusuri perutku terus ke bawah menuju lembah yang ditumbuhi semak-semak lebat di sekitar Nonok nikmat ku.
Aku hampir berteriak saking menikmatinya. Ini merupakan sesuatu yang baru, yang tak pernah dilakukan oleh suamiku. Bahkan dalam mimpipun, aku tak pernah membayangkan sampai sejauh itu. Di situlah aku baru tersadar. Terbangun dari mimipiku yang indah. Kubuka mataku dan melirik ke bawah tubuhku untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Mataku yang masih belum terbiasa dengan keadaan gelap ruangan kamar, melihat sesuatu bergerak-gerak di bawah sana, di antara kedua pahaku yang terbuka lebar.
“Aduh kenapa sih ini..” gumamku setengah sadar sambil menjulurkan tanganku ke bawah sana.
Tanganku memegang sesuatu seperti rambut. Kuraba-raba dan baru kutahu bahwa itu adalah kepala seseorang. Aku kaget. Dengan refleks aku bangun dan merapat ke ujung ranjang sambil mencoba melihat apa terjadi. Setelah mataku terbiasa dengan kegelapan, kulihat di sana ternyata seseorang tengah merayap ke atas ranjang. Aku semakin kaget begitu kutahu orang itu adalah Mang Dadang, kakak iparku!
Saking kagetnya, aku berteriak sekuat tenaga. Tetapi aku tak mendengar suara teriakan itu. Kerongkonganku serasa tersekat. Hanya mulutku saja yang terbuka, menganga lebar-lebar. Kedua mataku melotot seakan tak percaya apa yang kulihat di hadapanku adalah Mang Dadang yang bertelanjang dengan hanya memakai cawat. Mang Dadang menghampiri sambil mengisyaratkan agar jangan berteriak. Tubuhku semakin mepet ke ujung dinding. Takut, marah dan lain sebagainya bercampur aduk dalam dihatiku melihat kehadirannya di kamarku dalam keadaan setengah telanjang seperti itu.
“Mang! Lagi apa..?” hanya itu yang keluar dari mulutku sementara tanganku sibuk membenahi pakaianku yang sudah tak karuan.
Aku baru sadar ternyata seluruh kancing baju tidurku semuanya terlepas dan bagian bawahnya sudah terangkat sampai ke pinggang. Untungnya saja celana dalamku masih terpakai rapi, hanya dadaku saja yang telanjang. Aku buru-buru menutupi ketelanjangan dadaku karena kulihat mata Mang Dadang yang liar nampaknya tak pernah berkedip menatap ke arah sana.
Saking takutnya aku tak bisa ngomong apa-apa dan hanya melongo melihat Mang Dadang semakin mendekat. Ia lalu duduk di bibir ranjang sambil meraih tanganku dan membisikan kata-kata rayuan bahwa aku ini cantik namun kurang beruntung dalam perkawinannya. Dadaku serasa mau meledak mendengar ucapannya. Apa hak dia untuk mengatakan semua itu? Aku tak butuh dengan belas kasihannya. Kalau saja aku tidak ingat akan istrinya, yang merupakan kakakku sendiri. Sudah kutampar mulut lancangnya itu. Apalagi ia sudah berani-berani masuk ke dalam kamarku malam-malam begini.
“Kemana Teh Lili?”. Teringat itu aku langsung bertanya
“Ssst, tenang ia lagi di rumah yang di sana” kata Mang Dadang dengan tenang seolah tidak bersalah.
Kurang ajar, runtukku dalam hati. Pantesan berani masuk ke kamar. Tapi kok Teh Lili nggak ngomong-ngomong sebelumnya.
“Kok dia nggak bilang-bilang mau pulang” Tanyaku heran.
“Tadinya mau ngomong. Tapi Mang Dadang bilang nggak usah kasihan Nyai Unun sudah tidur, biar nanti Amang saja yang bilangin” jelasnya.
Dasar lelaki kurang ajar. Teh Lili dibohongi agar dia bebas leluasa masuk kamarku sebagai alibinya. Aku semakin geram. Pertama ia sudah kurang sopan masuk kamarku begitu saja, kedua ia berani mengkhianati teh Lili istrinya yang juga kakak kandungku sendiri!
“Amang sadar saya ini adik ipar mu. Amang mau ngapain kemari.. Cuma.. ngh.. pake gituan aja” kataku seraya melirik Mang Dadang sekilas. Aku tak berani lama-lama karena takut melihat tatapannya.
“Nyai..” panggilnya dengan suara parau.
“Amang kasihan lihat Nyai Unun. Akhir-akhir ini kelihatannya semakin menderita saja” ucapnya kemudian.
“Amang tahu dari mana saya menderita” sergahku dengan mata mendelik.
“Eh.. jangan marah ya. Itu.. nggh.. Amang.. anu..” katanya dengan ragu-ragu.
“Ada apa mang?” tanyaku semakin penasaran sambil menatap wajahnya lekat-lekat.
“Anu.. eh, Amang lihat kamu selalu kesepian. Lama ditinggal suami, jadi Amang ingin Bantu kamu” katanya tanpa malu-malu.
“Maksud Amang?”
“Ini.. Amang, maaf Nyai.., pernah lihat Nyai Unun kalau lagi tidur suka..” ungkapnya setengah-setengah.
“Jadi Amang suka ngintip saya?” tanyaku semakin sewot. Kulihat ia mengangguk lemah untuk kemudian menatapku dengan penuh gairah.
“Amang ingin menolong kamu” bisiknya hampir tak terdengar.
Kepalaku serasa dihantam petir mendengar pengakuan dan keberaniannya mengungkapkan isi hatinya. Sungguh kurang ajar lelaki ini. Berbicara seperti itu tanpa merasa bersalah. Dadaku serasa sesak oleh amarah yang tak tersalurkan. Aku terdiam seribu bahasa, badanku serasa lemas tak bertenaga menghadapi kenyataan ini. Aku malu sekali kegiatan onani ku selama ini diketahui orang lain. Aku tak tahu sampai sejauh mana Mang Dadang melihat rahasia di tubuhku. Aku tak ingin membayangkannya.
Mang Dadang tidak menyerah begitu saja melihat kemarahanku. Kebingunganku telah membuat diriku kurang waspada. Aku tak tahu sejak kapan Mang Dadang merapatkan tubuhnya kepadaku. Aku terjebak di ujung ranjang. Tak ada jalan bagiku untuk melarikan diri. Semuanya tertutup oleh tubuhnya yang jauh lebih besar dariku. Aku menyembunyikan kepalaku ketika ia merangkul tubuhku. Tercium aroma khas lelaki tersebar dari tubuh Mang Dadang. Aku rasakan otot-otot tubuhnya yang keras menempel di tubuhku. Kedua tangannya yang kekar melingkar sehingga tubuhku yang jauh lebih mungil tertutup sudah olehnya. Aku berontak sambil mendorong dadanya. Mang Dadang malah mempererat pelukannya. Aku terengah-engah dibuatnya. Tenagaku sama sekali tak berarti dibanding kekuatannya. Nampaknya usaha sia-sia belaka melawan tenaga lelaki yang sudah kesurupan ini.
“Mang inget.. saya kan adik Amang juga. Lepasin saya mang. Saya janji nggak akan bilang sama teteh atau siapa aja..” pintaku memelas saking putus asanya.
Hibaanku sama sekali tak dihiraukan. Mang Dadang memang sudah kerasukan. Wajahku diciumi dengan penuh nafsu bahkan tangannya sudah mulai menarik-narik pakaian tidurku. Aku berusaha menghindar dari ciuman itu sambil menahan pakaianku agar tak terbuka. Kami berkutat saling bertahan. Kudorong tubuh Mang Dadang sekuat tenaga sambil terus-terusan mengingatkan dia agar menghentikan perbuatannya. Lelaki yang sudah kerasukan ini mana bisa dicegah, justru sebaliknya ia semakin garang. Pakaian tidurku yang terbuat dari kain tipis tak mampu menahan kekuatan tenaganya. Hanya dengan sekali sentakan, terdengar suara pakaian dirobek. Aku terpekik kaget. Pakaianku robek hingga ke pinggang dan memperlihatkan dadaku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi.
Kulihat mata Mang Dadang melotot menyaksikan Payudara ku yang montok dan kenyal, menggelantung indah dan menggairahkan. Kedua tanganku dengan cepat menutupi ketelanjanganku dari tatapan liar mata kakak iparku. Upayaku itu membuat Mang Dadang semakin beringas. Ia marah dan menarik kedua kakiku hingga aku terlentang di ranjang. Tubuhnya yang besar dan kekar itu langsung menindihku. Nafasku sampai tersengal menahan beban di atas tubuhku.
“Mang jangan!” cegahku ketika ia membuka tangannku dari atas dadaku.
Kedua tanganku dicekal dan dihimpit masing-masing di sisi kepalaku. Dadaku jadi terbuka lebar mempertontonkan keindahan Payudara ku yang menjulang tegar ke atas. Kepalaku meronta-ronta begitu kurasakan wajahnya mendekat ke atas dadaku. Kupejamkan mataku. Aku tak ingin menyaksikan bagian tubuhku yang tak pernah tersentuh orang lain kecuali suamiku itu, dirambah dengan kasar oleh Mang Dadang. Aku tak rela ia menjamahnya. Kucoba meronta di bawah himpitan tubuhnya. Sia-sia saja. Air mataku langsung menetes di pipi. Aku tak sanggup menahan tangisku atas perbuatan tak senonoh ini. Kulihat wajah Mang Dadang menyeringai senang melihatku tak meronta lagi. Ia terus merayuku sambil berkata bahwa dirinya justru menolong diriku. Ia, katanya, akan berusaha memberikan apa yang selama ini kudambakan.
“Nyai santai aja dan nikmati. Amang janji akan ngewe-in nyai Unun. Nggak kasar asal kamu jangan berontak..” katanya kemudian.
Aku tak ingin mendengarkan umbaran bualan dan rayuannya. Aku tak mau Mang Dadang mengucapkan kata-kata seperti itu, karena aku tak rela diperlakukan seperti ini. Aku benar-benar tak berdaya di bawah kekuasaannya. Aku hanya bisa terkulai pasrah dan terpaksa membiarkan Mang Dadang menciumi wajahku sesuka hati. Bibirnya dengan leluasa mengulum bibirku, menjilati seluruh wajahku. Aku hanya diam tak bergerak dengan mata terpejam.
Hatiku menjerit merasakan cumbuannya yang semakin liar, menggerayang ke leher dan teus turun ke atas dadaku. Aku menahan nafas manakala bibirnya mulai menciumi kulit di seputar Payudara ku. Lidahnya menari-nari dengan bebas menelusuri kemulusan kulit Payudara ku. Kadang-kadang lidahnya menjentik sekali-sekali ke atas putingku.
“Nggak rela.. Unun nggak rela..!” jeritku dalam hati.
Kudengar nafasnya semakin menderu kencang. Terdengar suara kecipakan mulutnya yang dengan rakus melumat seluruh payudaraku yang montok. Seolah ingin merasakan setiap inci kekenyalannya. Aku seakan terpana oleh cumbuannya. Hatiku bertanya-tanya. Apa yang sedang terjadi pada diriku. Kemana tenagaku? Kenapa aku tidak berontak? Kenapa membiarkan Mang Dadang berbuat semaunya padaku? Aku mendengus frustrasi oleh perasaanku sendiri. Aku benci pada diriku sendiri yang begitu mudah terpedaya oleh kelihaiannya bercumbu. Terjadi konflik bathin dalam diriku.
Di satu sisi, aku tak ingin diriku menjadi sasaran empuk nafsu lelaki ini. Aku adalah seorang wanita bersuami. Terpandang. Memiliki kehormatan. Aku bukanlah wanita murahan yang dapat sesuka hati mencari kepuasan. Tetapi di sisi lain, aku merasakan suatu desakan dalam diriku sendiri. Suatu keinginan yang begitu kuat, meletup-letup tak terkendali. Kian lama kian kuat desakannya. Tubuhku sampai berguncang hebat merasakan perang bathin ini.
Aku tak tahu mana yang lebih kuat. Bukankah perasaan ini yang kuimpikan setiap malam?
Tanpa sadar dari bibirku meluncur desisan dan rintihan lembut. Meski sangat perlahan, Mang Dadang dapat mendengarnya dan merasakan perubahan yang terjadi dari tubuhku. Ia ersenyum penuh kemenangan. Ia nampak begitu yakin bahwa aku akan menyerah kepadanya. Bahkan kedua cekalan tangannya pada tanganku pun dilepaskan dan berpindah ke atas Payudara ku untuk meremasnya. Ia sangat yakin aku tak akan berontak meski tanganku sudah terbebas dari cekalannya.
Memang tak dapat dipungkiri keyakinan Mang Dadang ini. Aku sendiri tidak memanfaatkan terbebasnya tanganku untuk mendorong tubuhnya dari atasku. Aku malah menaruhnya di atas kepala Mang Dadang yang bergerak bebas di atas dadaku. Tanganku malah meremas rambutnya, menekan kepalanya ke atas dadaku.
“Mang udah.. jangaann..!” rintihku masih memintanya berhenti.
Oh sungguh munafik sekali diriku! Mulutku terus-terusan mencegah namun kenyataannya aka malah mendorongnya untuk berbuat lebih jauh lagi. Akal sehatku sudah hilang entah kemana. Aku sudah tak ingat akan suamiku, kakakku, atau diriku sendiri. Yang kuingat hanyalah rangsangan dahysat akibat jilatan dan kuluman bibir Mang Dadang di seputar putingku. Tangannku menggerayang di atas punggungnya. Meraba-raba kekerasan otot-otot pejalnya.
Aku semakin terbang melayang, membayangkan keperkasaannya. Inikah jawaban atas semua mimpi-mimpiku selama ini? Haruskah semua ini kulakukan? Meski dengan kakak iparku sendiri? Apakah aku harus mengorbankan semuanya? Pengkhianatan pada suamiku? Kakakku? Hanya untuk memuaskan keinginanku seorang? Aakkhh.. tidak.. tidak! jeritku mengingat semua ini.
Namun apa mau dikata, cumbuan Mang Dadang yang begitu lihai sepertinya tahu persis keinginanku. Kebutuhanku yang sudah cukup lama terkemang. Letupan gairah wanita kesepian yang tak pernah terlampiaskan. Peperangan dalam bathinku usai sudah dan aku lebih mengikuti naluri gairah birahiku.
“Amaaaaaanggggkhhh..!” jeritku lirih tak sadar memanggil namanya saat puting susuku disedot kuat-kuat.
Aku menggelinjang kegelian. Sungguh nikmat sekali hisapan itu. Luar biasa. Kurasakan selangmanganku mulai basah, meradang. Tubuhku menggeliat-geliat bagai ular kepanasan mengimbangi permainan lidah dan mulut Mang Dadang di Payudara ku yang terasa semakin menggelembung keras.
“Oohh Nyai.. Indah sekali susu nya. Amang suka sekali.. mmpphh.. wuiihh.. montok banget” komentar Mang Dadang.
Sebenarnya hatiku tak menerima ucapan-ucapan kotor yang keluar dari mulut Mang Dadang. Sepertinya aku ini wanita murahan, yang biasa mengobral tubuhnya hanya demi kepuasan lelaki hidung belang. Tetapi perasaan itu akhirnya tertutup oleh kemahirannya dalam mencumbu diriku. Tubuhku sepertinya menyambut hangat setiap kecupan hangat bibirnya. Badanku melengkung dan dadaku dibusungkan untuk mengejar kecupan bibirnya. Nampaknya justru akulah yang menjadi agresif. Liar seperti kuda binal yang baru lepas kandang.
“Mmpphh.. Nyai Unun.. kalau saja Amang dari dulu tahu. Tentunya Nyai nggak perlu lagi gelisah tiap malam sendirian. Amang pasti mau nemenin semalamam..” celoteh Mang Dadang seakan tak tahu betapa malunya diriku mendengar ucapan itu.
Aku sudah tak perduli lagi dengan celotehan tak senonohnya. Aku sudah memutuskan untuk menikmati apa yang sedang kunikmati saat ini. Kudorong kepala Mang Dadang ke bawah menyusur perutku. Aku ingin merasakan seperti saat kubermimpi tadi. Rupanya Mang Dadang mengerti keinginanku. Dengan nafsu menggebu-gebu, ia mulai bergerak. Kedua tangannya menelusup ke bawah tubuhku, mencekal pinggangku. Mengangkat pinggulku sedikit kemudian tangannya ditarik ke bawah meraih tepian celana dalamku dan memelorotkannya hingga terlepas dari kedua kakiku. Aku mengikuti apa yang ia lakukan. Aku kini sudah terbebas. Pakaian tidurku entah sudah tercampak dimana. Tubuhku sudah telanjang bulat, tanpa sehelai benangpun yang menghalangi.
Kulirik Mang Dadang terbelalak memandangi ketelanjanganku. Ia seolah tak percaya dengan apa yang ada dihadapan matanya kini. Gairahku seakan mau meletup melihat tatapan penuh pesona mata Mang Dadang. Membuatku demikian tersanjung. Aku bangga dikarunia bentuk tubuh yang begitu indah. Kedua dadaku membusung penuh, keras dan kenyal. Perutku ramping dan rata. Pinggulku memiliki lekukan yang indah dan pantatku bulat penuh, menungging indah. Kedua kakiku panjang dan ramping. Mulai dari pahaku yang gempal dan bentuk betisku yang menggairahkan.
Mang Dadang mungkin tak pernah menduga dengan keindahan tubuh yang ku miliki. karena memang setiap harinya aku selalu menggunakan pakaian tertutup dan tidak pernah menonjolkan keindahan lekukan tubuhku. Aku bisa membayangkan bagaimana terkagum-kagumnya Mang Dadang melihatku dalam keadaan telanjang bugil seperti ini
“Nyai.. kamu cantik sekali. Sempurna.. oohh indah sekali. Mmhh.. teteknya montok dan aakkhh.. lebat sekali..” puji Mang Dadang tak henti-hentinya menatap selangmanganku yang dipenuhi bulu hitam lebat, kontras dengan warna kulitku yang putih bersih.
Mataku melirik ke bawah melihat tonjolan keras di balik sempak nya. Uugghh.. kurasakan dadaku berdegub, Nonok ku berdenyut dan semakin membasah oleh gairah membayangkan Kontol perkasa dibalik sempak nya. Gede sekali dan panjang! Lenguhku dalam hati sambil menahan rangsangan hebat.
“Mang!!!.. ngghh.. jangan ngeliatin aja. Khan malu..” rengekku manja dengan gaya mulai bergenit-genit.
Seakan baru tersadar dari keterpesonaannya, Mang Dadang lalu mulai beraksi.
“Abisnya geulis pisan kamu sih, Nyai” katanya kemudian seraya melepaskan sempak nya hingga ia pun kini sama-sama telanjang.
Kulihat kontol perkasa yang keras itu meloncat keluar seperti ada pernya begitu lepas dari kungkungan sempak nya. Mengacung tegang dengan gagahnya. Aku terbelalak melihatnya. Benar saja besar dan panjang. Kulihat otot-ototnya melingkar di sekujur batang itu. Aku sudah tak sabar ingin merasakan kekerasannya dalam genggamanku. Terus terang baru kali ini aku melihat kontol selain milik suamiku. Dan apa yang dimiliki Mang Dadang membuat punya suamiku seperti milik anak kecil saja. Lagi-lagi aku membanding-bandingkan. Buru-buru pikiran itu kubuang. Aku lebih suka menyambut kedatangan Mang Dadang menindih tubuhku lagi. Kini aku langsung menyambut hangat ciumannya sambil merangkulnya dengan erat.
Ciuman Mang Dadang benar-benar menghanyutkan. Aku dibuatnya bergairah. Apalagi kurasakan gesekan kontol yang keras di atas perutku semakin membuat gairahku meledak-ledak. Mang Dadang lalu kembali menciumi Payudara ku. Kali ini kusodorkan dengan sepenuh hati. Kurasakan hisapan dan remasannya dengan penuh kenikmatan. Tanganku mulai berani lebih nakal. Menggerayang ke sekujur tubuhnya, bergerak perlahan namun pasti ke arah batangnya. Hatiku berdesir kencang merasakan batang nan keras itu dalam genggamanku.
Kutelusuri mulai dari ujung sampai pangkalnya. Jemariku menari-nari lincah menelusuri urat-urat yang melingkar di sekujur batangnya. Kukocok perlahan dari atas ke bawah dan sebaliknya. Terdengar Mang Dadang melenguh perlahan. Kuingin ia merasakan kenikmatan yang kuberikan. Ujung jariku menggelitik moncongnya yang sudah licin oleh cairannya. Lagi-lagi Mang Dadang melenguh. Kali ini lebih keras. Tiba-tiba saja ia membalikkan tubuhnya. Kepalanya persis berada di atas selangmanganku sementara miliknya persis di atas wajahku. Kulihat batangnya bergelantungan, ujungnya menggesek-gesek mulutku.
Entah dari mana keberanianku muncul, mulutku langsung menangkap Kontol nya yang berpkasa. Kukulum pelan-pelan. Sesungguhnya aku tak pernah melakukan hal ini kepada suamiku sebelumnya. Aku tak mengerti kenapa aku bisa berubah menjadi binal, tak ada bedanya dengan perempuan-perempuan nakal di jalanan. Namun aku tak peduli. Aku ingin merasakan kebebasan yang sebenar-benarnya. Kuingin semua naluriku melampiaskan fantasi-fantasi liar yang ada dalam diriku.
Kuingin menikmati semuanya. Mang Dadang tak mau kalah. Lidahnya menjulur menelusuri garis memanjang bibir Memek ku. Aku terkejut seperti terkena listrik. Tubuhku bergetar. Kurasakan darahku berdesir kemana-mana. Lidah Mang Dadang bermain lincah. Menjilat, menusuk-nusuk, menerobos rongga rahimku. Aku seperti melayang-layang di atas awan. Ini merupakan pengalaman yang luar biasa selama hidupku. Aku tak pernah merasakan dijilati seperti itu sebelumnya. Nikmatnya sungguh tak terkira. Pinggulku tak bisa diam, mengikuti kemana jilatan lidah Mang Dadang berada.
Tubuhku seperti dialiri listrik berkekuatan tinggi. Gemetar menahan desakan kuat dalam tubuhku. Rasanya aku tak tahan menerima kenikmatan ini. Perutku mengejang. Kakiku merapat, menjepit kepala Mang Dadang. Seluruh otot-ototku menegang. Jantungku serasa berhenti. Aku berkutat sekuat tenaga sampai akhirnya ku tak mampu lagi dan langsung melepaskannya diiringi jeritan lirih dan panjang. Tubuhku menghentak berkali-kali mengikuti semburan cairan hangat dari dalam liang memekku. Aku terhempas di atas ranjang dengan tubuh lunglai tak bertenaga. Puncak kenikmatan yang kucapai kali ini sungguh luar biasa dan dahysat. Aku merasa telah terbebas dari sesuatu yang sangat menyesakan dada selama ini.
“Oohh.. Maaaangggg.. ngghh.. enak sekali..” rintihku tak kuasa menahan diri.
Aku sendiri tak sadar dengan apa yang kuucapkan. Sungguh memalukan sekali pengakuan atas kenikmatan yang kurasakan saat itu. Aku tak ingin Mang Dadang menilai rendah diriku. Ku tak ingin ia tahu aku sangat menikmati cumbuannya. Kulihat Mang Dadang tersenyum di bawah sana. Ia merasa sudah mendapatkan kemenangan atas diriku. Ia bangga dengan kehebatannya bercinta hingga mampu membuatku orgasme lebih dulu. Aku tak bisa berbuat banyak, karena harus kuakui bahwa diriku sangat membutuhkannya saat ini. Membutuhkan apa yang sedang kuggengam dalam tanganku. Benda yang tentunya akn memberikan kenikmatan yang lebih dari yang kudapatkan barusan.
Tanpa sadar jemariku meremas-remas kembali batang Kontol nya yang berpkasa. Kukocok perlahan dan kumasukan ke dalam mulutku. Kukulum dan kujilat-jilat. Kurasakan Mang Dadang meregang, merintih kenikmatan. Aku tersenyum melihatnya seperti itu. Aku ingin ia merasakan kenikmatan pula. Kenikmatan yang akan membuatnya memohon-mohon padaku. Kulumanku semakin panas. Lidahku melata-lata liar di sekujur batangnya. Aku bertekad untuk mengeluarkan air maninya secepat mungkin.
Terdengar suara selomotan mulutku. Mang Dadang merintih-rintih keenakan. Rasain, runtukku dalam hati dan mulai tak sabar ingin melihat air maninya menyembur keluar. Di atas tubuhku, Mang Dadang menggerakan pinggulnya seolah sedang bersenggama, hanya saja saat itu Kontol nya yang berpkasa menancap dalam mulutku. Kuhisap, kusedot kuat-kuat. Ia masih bertahan. Aku kembali berusaha tetapi nampaknya ia belum memperlihatkan tanda-tanda. Aku sudah mulai kecapaian. Mulutku terasa kaku. Sementara gairahku mulai bangkit kembali. Liang memekku sudah mulai mengembang dan basah kembali, sedangkan kontol Mang Dadang masih tegang dan gagah perkasa. Bahkan terasa lebih keras.
“Udah Nyai. Ganti posisi aja..” kata Mang Dadang kemudian seraya membalikkan tubuhnya dalam posisi umumnya bersetubuh.
Mang Dadang memang piawai dalam bercinta. Ia tidak langsung menancapkan Kontol nya yang berpkasa ke dalam memekku, tetapi digesek-gesekan dulu di sekitar bibir Memek ku. Ia sepertinya sengaja melakukan itu. Kadang-kadang ditekan seperti akan dimasukan, tetapi kemudian digeserkan kembali ke ujung atas bibir Memek ku menyentuh kelentitku. Kepalanya digosok-gosokan. Aku menjerit lirih saking keenakan. Ngilu, enak dan entah apa lagi rasanya.
“Maang.. aduuhh.. udah mang! Sshh.. mmppffhh.. ayoo mang.. masukin aja.. nggak tahan!” pintaku menjerit-jerit tanpa malu-malu.
Aku sudah tak memikirkan lagi kehormatan diriku. Rasa gengsi atau apapun. Yang kuinginkan sekarang adalah ia segera mengisi kekosongan liang memekku dengan Kontol nya yang berpkasa yang besar dan panjang. Aku nyaris mencapai orgasme leagi hanya dengan membayangkan betapa nikmatnya kontol sebesar itu mengisi penuh liang memekku yang rapat.
“Udah nggak tahan ya, Nyai” candanya sehingga membuatku blingsatan menahan nafsu.
Kurang ajar sekali Mang Dadang ini. Ia tahu aku sudah dalam kendalinya jadi bisa mempermainkan perasaanku semau-maunya.Aku gemas sekali melihatnya menyeringai seperti itu. Di luar dugaannya, aku langsung menekan pantatnya dengan kedua tanganku sekuat tenaga. Mang Dadang sama sekali tak menyangka hal ini. Ia tak sempat menahannya. Maka tak ayal lagi batang Kontol nya yang berpkasa melesak ke dalam liang memekku. Aku segera membuak kedua kakiku lebar-lebar, memberi jalan seleluasa mungkin bagi Kontol nya yang berpkasa. Aku berteriak kegirangan dalam hati, akhirnya kontol Mang Dadang berhasil masuk seluruhnya. Meski cukup menyesakkan dan membuat liang memekku terkuak lebar-lebar, tetapi aku puas dan lega karena keinginanku tercapai sudah.
Kulihat wajah Mang Dadang terbelalak tak menyangka akan perbuatanku. Ia melirik ke bawah melihat seluruh Kontol nya yang berpkasa terbenam dalam liangku. Aku tersenyum menyaksikannya. Ia balas tersenyum.
“Kamu nakal ya..” katanya kemudian.
“Awas, entar Amang bikin kamu mati keenakan. ”
“Mau doongg..” jawabku dengan genit sambil memeluk tubuh kekarnya.
Mang Dadang mulai menggerakan pinggulnya. Pantatnya kulihat naik turun dengan teratur. Kadang-kadang digeol-geolkan sehingga ujung Kontol nya yang berpkasa menyentuh seluruh relung-relung vaginaku. Aku turut mengimbanginya. Pinggulku berputar penuh irama. Bergerak patah-patah, kemudian berputar lagi. Goyangan ini timbul begitu saja dalam benakku. Mungkin terlalu sering nonton penyanyi dangdut bergoyang di panggung. Tetapi efeknya sungguh luar biasa. Mang Dadang tak henti-hentinya memuji goyanganku. Ia bilang belum pernah merasakan goyangan sehebat ini. Aku tambah bergairah. Pinggulku terus bergoyang tanpa henti sambil mengedut-edutkan otot vaginaku sehingga Mang Dadang merasakan kontol seperti diemut-emut.
“Akkhh Neengg.. eennaakkhh.., hebaathh.. uugghh..” erangnya berulang-ulang.
Mang Dadang mempercepat irama ngentot. Kurasakan batang kontol besar itu keluar masuk liang memekku dengan cepatnya. Aku imbangi dengan cepat pula. Kuingin Mang Dadang lebih cepat keluar. Aku ingin membuatnya KO! Kami saling berlomba, berusaha saling mengalahkan. Kuakui permainan Mang Dadang memang RuaRRR biasa. Mungkin kalau aku belum sempat orgasme tadi, tentunya aku sudah keluar duluan. Aku tersenyum melihat Mang Dadang nampak berusaha keras untuk bertahan, padahal sudah kurasakan tubuhnya mulai mengejang-ngejang. Aku berpikir ia akan segera tumpah.
Pinggulku meliuk-liuk liar bak kuda binal. Demikian pula Mang Dadang, pantatnya mengaduk-aduk cepat sekali. Semakin bertambah cepat, sudah tidak beraturan seperti tadi. Aku terperangah karena tiba-tiba saja terasa aliran kencang berdesir dalam tubuhku. Akh.. nampaknya aku sendiri tidak tahan lagi. Memekku terasa merekah semakin lebar, kedua ujung puting susuku mengeras, mencuat berdiri tegak. Mulut Mang Dadang langsung menangkapnya, menyedotnya kuat-kuat. Menjilatinya dengan penuh nafsu. Aku membusungkan dadaku sebisa mungkin dan oohh.. rasanya aku tak kuat lagi bertahan.
“Mang Dadang! Cepet keluarin juga..!” teriakku sambil menekan pantatnya kuat-kuat agar mendesak nonok ku.
Beberapa detik kemudian aku segera menyemburkan air maniku disusul kemudian oleh semprotan cairan hangat dan kental menyirami seluruh liang memekku. Tubuh Mang Dadang bergetar keras. Ia peluk diriku erat-erat. Aku balas memeluknya. Kami lalu bergulingan di ranjang merasakan kenikmatan puncak permainan cinta ini dengan penuh kepuasan. Kami merasakannya bersama-sama. Kami sudah tidak memperdulikan tubuh kami yang sudah basah oleh peluh keringat, bantal berjatuhan ke lantai. Sprei berantakan tak karuan, terlepas dari ikatannya. Eranganku, jeritan nikmatku saling bersahutan dengan geramannya. Kedua kakiku melingkar di seputar pinggangnya. Aku masih merasakan kedutan-kedutan batang kontol Mang Dadang dalam memekku.
Nikmat sekali permainan gairah ngentot yang penuh dengan gelora nafsu birahi ini. Aku termenung merasakan sisa-sisa akhir kenikmatan ini. Pikiranku menerawang jauh. Apakah aku masih bisa merasakan kehangatan ini bersama Mang Dadang. Apakah hanya sampai disini saja mengingat perselingkuhan ini suatu saat akan terungkap juga. Bagaimana akibatnya? Bagaimana perasaan kakakku? Orang tuaku, suamiku dan yang lainnya? Akh! Aku tak mau memikirkannya saat ini. Aku tak ingin kenikmatan ini terganggu oleh hal-hal lain. Kuingin merasakan semuanya malam ini bersama Mang Dadang. Lelaki yang telah memberikan pengalaman baru dalam bercinta. Dialah orang yang telah membuat lembaran baru dalam garis kehidupan masa depanku.
Semenjak peristiwa di malam itu, aku dan Mang Dadang selalu mencari kesempatan untuk melakukannya kembali. Ia memang seorang lelaki yang benar-benar jantan. Begitu perkasa. Aku harus akui ia memang sangat pandai memuaskan wanita kesepian seperti diriku. Ia selalu hadir dalam dekapanku dengan gaya permainan yang berlainan. Aku tidak penah bosan melakukannya, selalu ada yang baru. Salah satu diantaranya, yang juga merupakan gaya favoritku, ia berdiri sambil memangku tubuhku. Kedua kakiku melingkar di pinggangnya, tanganku bergelayut di lehernya agar tak terjatuh. Nonok ku terbuka lebar dan batang Kontol nya yang berpkasa menusuk dari bawah.
Aku bergelayutan seperti dalam ayunan mengimbangi tusukan Kontol nya yang berpkasa. Mang Dadang melakukan semua itu sambil berjalan mengelilingi kamar dan baru berhenti di depan cermin. Saat kumenoleh kebelAmang aku bisa melihat bayangan pantatku bergoyang-goyang sementara Kontol nya yang berpkasa terlihat keluar masuk memekku. Sungguh asyik sekali permainan dalam gaya ini.
Namun perselingkuhan ku dengan Mang Dadang berlangsung tak begitu lama. Aku sudah sangat ketakutan semua ini suatu saat terungkap. Makanya aku memutuskan untuk pindah dari kampungku agar tidak bertemu lagi dengannya. Terus terang saja, setelah kejadian itu, justru akulah yang sering memintanya untuk datang ke kamarku malam-malam. Aku tak pernah bisa menahan diri. Apalagi kalau sudah melihatnya bercanda mesra dengan kakakku. Pernah suatu kali aku penasaran untuk mengintip mereka bercinta di kamarnya.
Aku kebingungan sendiri sampai akhirnya lari ke kamar dan melakukannya sendiri hingga aku mencapai kenikmatan karena menunggu Mang Dadang jelas tak mungkin karena istrinya ada di rumah. Keadaan ini jelas tak mungkin berlangsung terus menerus, selain akan terungkap, akupun rasanya akan menderita harus bertahan seperti ini.
Dengan berat hati akhirnya aku pindah ke kota. Kujual semua hartaku, termasuk rumah tinggal, sawah dan ternak-ternak milikku untuk modal nanti di kehidupanku yang baru. Kecuali mobil karena kuanggap akan sangat berguna sebagai alat transportasi untuk menunjang kegiatanku nanti.